SEJARAH BERDIRINYA DESA JONGGRANG
Menurut cerita orang-orang tua, Desa Jonggrang jaman dahulu masih berwujud hutan belantara, banyak pohon-pohon brendil dan juga terdapat hewan-hewan buas, seperti celeng, anjing ajak, ular berbisa dan masih banyak hewan lain yang sangat menakutkan penghuni hutan sehingga jarang manusia yang ingin menempati hutan brendil tersebut.
Awal dari cerita bahwa ada seorang wanita yang berasal dari Prambanan dengan sesilah Roro Jonggrang yang melarikan diri dari kraton karena selalu dikejar-kejar oleh Joko Pengalasan yang bermaksud ingin meminang untuk dijadikan permaisuri, namun Roro Jonggrang nampaknya tetap bersikukuh dan tidak menyukai Joko Pengalasan sehingga Roro Jonggrang memutuskan untuk melarikan diri untuk namur laku di daerah hutan, pedesaan dan akhirnya sampailah di hutan brendil. Lama kelamaan dari waktu ke waktu Roro Jonggrang bersembunyi dihutan brendil tersebut dapat menyelamatkan diri dan bertempat tinggal tepatnya dibawah pohon randu alas, dan Roro Jonggrang mendapatkan rasa aman karena Joko Pengalasan dengan bala tentaranya gagal menemukan Roro Jonggrang dan kehilangan jejak dan akhirnya kembali ke Kraton Pengging.
Setelah Roro Jonggrang tahu bahwa pengejaran Joko Pengalasan sudah lewat dan meninggalkan hutan brendil maka Roro Jonggrang menampakkan diri dan suatu ketika Roro Jonggrang mengambil bekal dan minum kelapa muda dan untuk keperluan mandi dan mencuci Roro Jonggrang membuat lubangan dari tempurung kelapa wal hasil keluarlah airnya. Karena setiap hari digunakan oleh seluruh pengikut Roro Jonggrang maka jadilah sebuah belik dan selalu mengeluarkan air dan menjadi sumber mata air.
Selama Roro Jonggrang tinggal di hutan brendil, banyak peninggalan / petilasan antara lain :
- Belik/sendang/sumber air, sebanyak 7 tempat, yaitu di :
- Sendang gedhe, ada 3 sumber air, lokasinya di tempat persembunyian,
- Sendang belik, ada 3 sumber air, letaknya di sebelah timur laut dari tempat persembunyian,
- Sumber agung, ada 1 sumber air letaknya disebelah tenggara dari tempat persembunyian.
Antara sumber / belik tersebut makin lama makin bertambah besar sehingga kini menjadi sendang dan akhirnya sendang tersebut dipelihara dan dirawat dengan baik oleh warga masyarakat serta dianggap keramat sebagai punden tempat selamatan nadaran/akaul.
- Peninggalan patung dari batu, yang bentuknya menyerupai dirinya dan ditempatkan ditepi sendang gedhe dibawah pohon randu alas, namun karena tangan-tangan jahil patung tersebut hilang pada tahun 1976.
Setelah itu Roro Jonggrang merasakan kebebasan dari belenggu Joko Pengalasan dan bermaksud melanjutkan perjalanan ka daerah barat. Alas brendil sepeninggalan Roro Jonggrang sudah kelihatan asri, resik dan tumoto. Dan karena itulah banyak pendatang-pendatang baru antara lain ada seorang Kyai bernama SINGODRONO dengan anak dan istrinya yang berasal dari Wora-Wari (Mojopahit) dan mulai membuka lahan baru (perluasan) di sekitar sendang belik.
Kyai Singodrono memang kyai yang ulet dan tangguh dengan mengolah lahan pekarangan dan pertanian dapat menghidupi keluarganya sampai ajalnya. Mendengar daerah tersebut subur dan makmur akhirnya banyak pendatang dari berbagai daerah, salah satu pendatang tersebut adalah Kyai Jongarah beserta pendereknya yang berasal dari Sukowati Semarang, pendatang tersebut tidak hanya membabat hutan saja namun juga membuka lahan untuk ditanami pohon soko yang melingkari sendang gedhe.
Dari awal Kyai Jongarah sudah memaklumi bahwa asal muasal daerah tersebut bukan dari dirinya sendiri akhirnya bermusyawarah dengan pendatang-pendatang yang lain untuk mengatur rumah tangganya dan memberikan nama daerah tersebut yang diambilkan dari asal-usul yang membuka lahan tersebut yaitu Putri Roro Jonggrang, dan bersepakat untuk memberi nama daerah sendang gedhe tersebut JONGGRANG, yang dipimpin oleh Kyai Jongarah.
Pembukaan lahan tidak hanya dilakukan disekitar sendang gedhe saja namun juga disekitar sendang agung yang kala itu dipelopori oleh rekan Kyai Jongarah yaitu Panji Jekitut. Pada suatu ketika ada kejadian dua kerbau jantan yang sedang berkelahi (kebo burik) disekitar sendang agung. Perkelahian dua kerbau tersebut berlangsung cukup lama dan tidak ada seorang pun yang berani melerainya sampai akhirnya kedua kerbau itu tercebur ke dalam sendang agung. Kemudian kerbau tersebut diangkat oleh Panji Jekitut yang dibantu oleh Kyai Jongarah. Setelah kejadian tersebut akhirnya disepakati untuk memberi nama daerah tersebut JUMBLENG, yang dipimpin oleh Panji Jekitut.
Selama memimpin daerah Jonggrang dan daerah Jumbleng, kedua sahabat itu selalu bekerjasama dalam hal apapun termasuk dalam mengatur rumah tangganya dan akhirnya pada tahun 1837 antara Kyai Jongarah dan Panji Jekitut bersepakat untuk menggabungkan dua daerah tersebut ke dalam satu kepemimpinan dan mempercayakan tampuk kepemimpinan kepada Kyai Jongarah. Dari sinilah cikal bakal kepemimpinan Jonggrang bermula, sehingga Kyai Jongarah disebut sebagai Demang/Kepala Desa pertama Desa Jonggrang.
Semenjak dipimpin kyai Jongarah daerah Jonggrang semakin ramai didatangi warga dari daerah lain yang ingin tinggal dan menetap di Jonggrang. Dan hal ini berlangsung terus sampai akhirnya kyai Jongarah meninggal dan digantikan Demang/Kepala Desa berikutnya.
Diantara Demang/Kepala Desa yang pernah menjabat adalah :
Sejak tahun 1837 sampai tahun 1840 secara resmi daerah Jonggrang dan daerah Jumbleng digabungkan dan dipimpin oleh Kyai JONGARAH yang merupakan Demang pertama Desa Jonggrang. Sampai akhirnya Kyai Jongarah meninggal dunia.
- Pada tahun 1840 sampai tahun 1842 Demang/Lurah yang menjabat adalah Pak ANGAT. Cara pemilihan Pak Angat ini sudah ada kemajuan yaitu dengan sistem thek-thek glatek yaitu seluruh warga berkumpul di lapangan dan calon demang berdiri mengambil tempat masing-masing, kemudian warga secara serentak berlari menuju ke calon yang dipilihnya dan berdiri dibelakang calon. Kemudian dihitung jumlah warga yang berdiri di masing-masing calon tersebut dan jumlah terbanyak itulah yang menjadi pemenangnya. Namun Pak Angat tidak lama menjabat hanya dua tahun saja karena meninggal dunia.
- Jabatan sebagai lurah selanjutnya digantikan oleh Bapak TJOWIDJOJO yang menjabat kepala desa selama 34 tahun dari tahun 1842 s/d 1876. Sampai akhirnya Bapak Tjowidjojo meninggal dunia pada tahun 1876.
- Sepeninggalan Bapak Tjowidjojo jabatan kepala desa selanjutnya digantikan oleh Bapak SODIKROMO Dari tahun 1877 s/d 1891 Bapak Sodikromo menjabat kepala desa selama 14 tahun yang kemudian akhirnya meletakkan jabatannya.
- Setelah Bapak Sodikromo meletakkan jabatannya kemudian digantikan oleh Bapak IMAM SENTONO yang menjabat kepala desa selama 6 tahun, mulai tahun 1895 s/d 1901 yang juga akhirnya meletakkan jabatannya.
- Pada tahun 1902 s/d tahun 1912 Kepala Desa Jonggrang dijabat oleh Bapak MARTO SANDI sebagai Kepala Desa keenam. Yang akhirnya meletakkan jabatan pada tahun 1913 setelah menjabat selama 10 tahun.
- Kepala Desa ketujuh dijabat oleh Bapak DJOJO DIKROMO, mulai tahun 1913 sampai tahun 1943. Pada masa kepemimpinan kepala desa ini Bapak Djojo Dikromo terkenal lurah yang sangat tegas dan berwibawa sampai mendapat julukan lurah kepruk karena jika ada warga yang tidak disiplin maka akan dikepruk/dipukul pakai rotan. Kepemimpinan Bapak Djojo Dikromo selama tiga puluh tahun sampai meninggal dunia pada tahun 1943.
- Sejak tahun 1944 s/d tahun 1974 Kepala Desa dijabat oleh Bapak WONGSO DHARMO THAYIB, yang menjabat kepala desa selama 30 tahun dan akhirnya meninggal dunia.
- Setelah Bapak Wongso Dharmo Thayib meninggal dunia digantikan oleh Bapak IMAM MIHARJO dari tahun 1974 s/d tahun 1980. Sebelumnya Bapak Imam Miharjo adalah carik desa Jonggrang pada masa kepemimpinan kades Wongso Dharmo Thayib. Sampai akhirnya Bapak Imam Miharjo meninggal pada tahun 1980.
- Dari tahun 1980 s/d 04 Agustus 1990 Kepala Desa dijabat oleh Bapak WARIJO. Bapak Warijo merupakan anak dari Kades Wongso Dharmo Thayib yang merupakan Kepala Desa Jonggrang kedelapan. Bapak Warijo meninggal pada usia 81 tahun yaitu pada tanggal 29 April 2020.
- Tahun 1990 s/d tanggal 18 Agustus 2006, Kepala Desa Jonggrang dijabat oleh Bapak REBO. Kepemimpinan Bapak Rebo selama 16 tahun sebenarnya terbagi menjadi dua periode, yaitu periode pertama tahun 1990 s/d tahun 1998, dan periode ke dua tahun 1998 s/d tahun 2006. Karena pada masa itu jabatan kepala desa yang diatur dalam UU adalah selama maksimal 2 kali 8 tahun.
- Kepala Desa Jonggrang keduabelas adalah JOKO SUPRIYANTO,SPd. Yang terpilih dalam pemilihan kepala desa pada tanggal 24 Oktober 2006 yang kala itu bersaing dengan 2 kandidat lainnya yaitu Bapak Suroyo dan Bapak Edy Purwanto. Bapak Joko Supriyanto menjabat kepala desa 3 tahun saja mulai tanggal 24 Oktober 2006 dan meletakkan jabatan pada tahun 2009.
- Pada tanggal 24 Oktober 2013 dilaksanakan pemilihan Kepala Desa Jonggrang ke tigabelas. Dalam pilkades ini di Kabupaten Magetan sudah menerapkan pemilihan kepala desa serentak di seluruh wilayah di Kabupaten Magetan dan dalam pemilihan itu terpilih Bapak MUALIM AFFANDI yang kala itu mengalahkan Ibu Uus Tiaswati. Sedangkan pelantikan dilaksanakan pada tanggal 17 November 2013 oleh Bapak Bupati Magetan. Bapak Mualim Affandi menjabat selama 1 periode yaitu mulai 17 November 2013 s/d 17 November 2019.
- Kepala Desa selanjutnya adalah Bapak WARSITO, yang merupakan Kepala Desa ke empat belas. Dalam pilkades tsb Bapak Warsito bersaing dengan calon incumbent Bapak Mualim Affandi yang akhirnya dimenangkan oleh Bapak Warsito. Dalam pemilihan tanggal 27 Nopember 2019 diikuti oleh 1.465 warga yang menggunakan hak pilihnya dari total 1.632 jiwa pilih di Desa Jonggrang. Bapak Warsito mulai menjabat sejak tanggal 17 Desember 2019 yang dilantik langsung oleh Bapak Bupati Magetan, Bapak Suprawoto di Pendopo Kabupaten Magetan untuk masa jabatan 2019 sampai 17 Desember 2025.
Sejak terbentuknya perdukuhan atau desa Jonggrang hingga sekarang telah banyak mengalami perubahan/perkembangan namun dari semua perubahan tersebut ada satu hal yang sampai saat ini tidak mengalami perubahan yaitu mata pencaharian utama warganya yaitu pertanian. Desa Jonggrang memiliki luas lahan pertanian lebih luas dari pada lahan perumahannnya hal ini yang menjadikan Desa Jonggrang merupakan lumbung pertanian di Wilayah Barat khususnya dan di daerah Magetan pada umumnya. Maka tidak heran jika pada saat panen raya banyak warga dari luar desa Jonggrang yang datang untuk ikut bekerja memanen padi seperti dari daerah Poncol, Kartoharjo serta wilayah sekitar Desa Jonggrang.
Saat ini jumlah penduduk Desa Jonggrang mencapai 2.164 jiwa yang terdiri dari 1108 laki-laki dan 1056 perempuan yang tersebar di tiga dusun yaitu Dusun Sumberagung, Dusun Bulurejo dan Dusun Jonggrang Timur. Juga terdiri dari 4 RW dan 16 RT. Dengan mata pencaharian terbanyak sebagai petani.
Demikian sejarah singkat berdirinya Desa Jonggrang, informasi ini didapatkan dengan cara penggalian informasi dari beberapa sesepuh yang mengetahui silsilah dan sejarah Desa Jonggrang mulai awal berdirinya sampai saat ini, dengan beberapa penyesuaian seperlunya tanpa merubah alur sejarah. Juga dengan melihat bukti peninggalan sejarah yang masih ada dan terawat sampai saat ini.
Jonggrang, 10 Nopember 2020